Ayam, Sayur, OSKM
“If one quarter of the food currently lost or wasted were saved, it would be enough to feed the world’s hungry” — Barilla Center.
Tanpa mengurangi rasa hormat untuk teman — teman yang sudah mau melelahkan dirinya untuk OSKM baik sebagai panitia maupun peserta. Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan pihak manapun dan bermaksud sebagai renungan bersama.
Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung atau yang biasa disebut OSKM ITB atau singkatnya OSKM, merupakan rangkaian kegiatan orientasi untuk mahasiswa baru yang diterima di ITB. Acara ini merupakan acara besar yang melibatkan panitia dalam julmah yang besar (sekitar 2000an), karena memang mahasiswa yang dilayaninya pun banyak (sekitar 4000an).
Persiapan dari acara ini pun tidak sebercanda itu, keselamatan dan kesehatan peserta serta panitia pun sangat diperhatikan, maka makanan pun disediakan agar mereka tidak kelaparan karena harus menjalani kegiatan seharian penuh.
Tapi sungguh sayang, mungkin karena makanan yang disediakan begitu saja tanpa mereka harus berusaha alhasil semua pihak yang mendapat makanan ini kurang peduli dengan makanan mereka.
Tiga hari ini, saya dan beberapa teman sering kali menemukan bungkus makanan yang sudah dibuang namun masih terdapat isinya yang tidak dihabiskan. Iya tidak dihabiskan.
Hari ini saja, dari tiga tumpukan sampah yang coba kami bongkar — bongkar (maaf jika terdengar kurang kerjaan), kami menemukan sesuatu yang miris. Ditumpukan pertama, 16 dari 24 kotak makan dalam satu trashbag didalamnya pasti terdapat nasi atau lauk yang tidak dihabiskan.
Ditumpukan sampah kedua, kami juga menemukan nasi dan lauk yang tidak dihabiskan. Dan ditumpukan ketiga, hal yang sama juga ditemukan ditambahh kami menemukan sayur — mayur yang sudah basi karena tidak termakan hingga akhirnya dibuang.
Ya tapi untungnya hari ini saya tidak begitu banyak menemukan potongan ayam terbuang tidak dihabiskan, mungkin karena banyak yang suka ayam. Tapi tidak dengan sayur, pisang, dan nasi yang saya temukan banyak sekali terbuang. Banyak sekali. Ini serius. Asumsi saya, sepertinya lebih dari 1000 porsi yang dibuang tidak habis termakan.
Melihat banyaknya sampah makanan yang terbuang mubazir ini membuat saya bertanya — tanya, apa yang salah dari makanan — makanan ini?
Salah panitia? Apakah panitia tidak menyediakan slot waktu yang cukup untuk makan? Saya rasa tidak, karena slot waktu yang diberikan untuk makan bagi peserta dan panitia cukup panjang. Tapi memang tidak sepanjang seperti waktu makan makan cimpi bersama teman.
Salah penyedia makan? Saya rasa tidak juga karena saat sempat kami coba rasanya masih baik — baik saja hingga sore hari. Sampai malam pun kami tidak sakit perut.
Salah peserta? Sepertinya tidak juga, karena saya melihat masih banyak yang membawa pulang makanannya walau tidak dimakan.
Lalu salah siapa? Salah oknum — oknum yang sesukanya. Mungkin ini yang hampir paling benar. Mungkin. Saya rasa orang — orang yang membuang makanannya ini tidak bisa menyukuri nikmat yang ia dapatkan dari makanan ini, karena mereka tidak tahu bagaimana proses dari bibit hingga jadi olahan dari makanan yang mereka buang.
Marilah ambil contoh kangkung, tahu gak sih kalau mempersiapkan benih tidak bisa asal pilih? Tau gak tanah harus digemburkan dulu dan dibersihkan dari gulma sebelum bibit bisa ditanam? Tau gak pemberian pupuk awal bisa membutuhkan waktu sampai 4 hari? Tau gak bahwa harus ada penyulaman tanaman yang mati? Tau gak butuh usia tanam 30 hari agak kangkung bisa dipanen? Itu kangkung. Belum lagi padi, ayam, dan makanan lainnya yang tidak dihabiskan dengan baik. Belum lagi juga jika ditambah dengan proses pengolahan makanan hingga siap dihidangkan.
Sulitkah untuk menghargai proses pengolahan tersebut?
Sulitkah untuk kalian?
Mungkin, dikesehariannya, mereka terbiasa mendapatkan makanan secara mudah tanpa usaha lebih. Mungkin juga, mereka terbiasa merasa sudah membayar makanan tersebut sehingga apapun yang mereka lakukan dengannya bukanlah urusan orang lain. Padahal sumber daya ini milik bersama.
Jika kalian sulit menghargai proses pengolahan makanan atau jika kalian sulit merasa bahwa sumber daya ini adalah milik bersama. Tau kah kalau OSKM ini sebagian besar dibiayai oleh pihak kampus? Dan kalian pasti tau sebagian besar pendaan kampus ini adalah dari uang rakyat. Tegakah kalian uang orang lain yang digunakan untuk memberi makan kalian namun kalian membuang — buang makanan tersebut dengan sesukanya? Tegakah?
Bukan hanya OSKM, masih banyak acara lain yang didanai dengan uang yang sebenarnya berasal dari masyarakat namun kita malah membuangnya dengan tidak sadar.
Tak heran sebenarnya jika The Economist bersama Barilla Center pernah mengeluarkan infografis seperti ini, dimana ada bendera Indonesia terpampang didalamnya.
Dan pertanyaannya adalah, sadarkah kalian bahwa kalian ikut berkontribusi menyukseskan Indonesia sebagai salah satu produsen sampah makanan terbesar karena sikap kalian sehari-hari dalam menghadapi makanan?
Sadarkah kalian bahwa masih banyak orang diluar sana yang untuk dapat mengisi perut pun harus mengucurkan keringat, air mata bahkan darah? Tak sedikit bahkan yang mengorbankan harga dirinya. Sementara kita disini yang bisa mendapatkan makanan dengan mudah malah sering menyisakannya dengan berbagai macam alasan.
Padahal katanya, Jika seperempat dari makanan yang saat ini hilang atau terbuang telah diselamatkan, akan cukup memberi makan kelaparan di dunia.
Dan pertanyaan terakhir saya, masih mau kah tidak menghabiskan makanan kalian?
Tidak perlu dijawab, cukup direnungkan dan dilakukan.
Ah sudahlah, mungkin saya hanya bisa bergumam.
Bandung, 20 Agustus 2017
Dimalam tenang sesaat OSKM selesai.
Muhammad Fadhil D.
Hanya penonton OSKM.